Jumat, 20 Januari 2012

Peraturan Dibuat untuk Dilanggar?


Apakah benar begitu? Lalu buat apa peraturan dibuat? Jadi benar-benar peraturan dibuat untuk dilanggar?
Mungkin telah akrab di telinga kita, ada seorang teman yang melanggar peraturan sebut lah melanggar rambu lalu-lintas, saat Anda tegur, dengan enteng dia menjawab, “Kan peraturan dibuat untuk dilanggar.”
Kemudian waktu berlalu, Anda pun tidak melanjutkan teguran Anda. Si teman Anda merasa tidak bersalah sedikit pun. Seperti tidak terjadi apa-apa waktu berlalu.
Beberapa hari kemudian Anda melihat teman Anda melakukan pelanggaran lalu-lintas kembali. Kali ini Anda tidak menegurnya. Kemudian waktu berlalu.

Kejadian yang sama terus berulang-ulang, teman Anda menjadi terbiasa melanggar rambu lalu-lintas. Sampai dia merasa perbuatannya bukan lah sebuah pelanggaran. Teman Anda telah terbiasa melakukan pelanggaran, dan baginya pelanggaran adalah biasa dalam hidup ini. Bukan kah peraturan dibuat untuk dilanggar?
Peraturan, tata tertib, prosedur, SOP, JSEA atau apa pun namanya dapat saja dibuat melimpah-limpah. Yang menjadi menjadi pertanyaan: apakah peraturan dibuat untuk dilanggar?
Ada 3 (tiga) kemungkinan mengapa seseorang melakukan pelanggaran:
1.       Orang tidak tahu peraturan
Dia tidak pernah mendapatkan penjelasan tentang peraturan yang dia langgar. Walau begitu bukan berarti ini hal yang dapat dimaklumi, jangan-jangan dia tidak membaca peraturan yang sudah ditempel, atau tidak mengerti rambu, atau bahkan tidak bisa baca tulis sekali pun.
2.       Orang yang pernah tahu, tapi lupa
Wah ini sedikit merepotkan. Sudah pikun katanya.
3.       Orang yang tahu peraturan, ingat, tapi tidak peduli
Yang ini lebih merepotkan lagi, yang ini nih yang biasa bilang, “Kan peraturan dibuat untuk dilanggar.” Kayak ilustrasi si teman Anda di atas tadi.
“Lalu apa yang harus saya lakukan?” Kata Anda. Apa yang Anda lakukan di awal tadi sudah benar dengan memberikan teguran. Namun ketiga orang teman Anda yang melakukan pelanggaran: si tidak tahu, si pelupa, dan si tidak peduli itu tampaknya belum mendapatkan pengertian yang dapat ia terima bahwa pelanggaran itu harus dihentikan. Mungkin, pada awalnya, ia berpikir, buat apa peraturan ini. “Toh, bila saya langgar tidak terjadi apa-apa yang membahayakan.”
Memberikan gambaran mengapa peraturan dibuat akan memberikan dampak penyampaian pesan peraturan yang lebih baik. “Saya sudah sampaikan pengertian tentang peraturan itu ke dia. Eh, dia ngulang lagi, ngulang lagi.”
Setiap teman Anda mengulangi perbuatan pelanggaran, tegur kembali. “Saya sudah 3 kali tegur, bosan rasanya ngingatan teman saya itu terus kalau belok pakai sepeda motor di situ-tu, di tempat yang ada rambu dilarang belok itu berbahaya. Bisa ketabrak mobil.”
Wah, kalau sudah begini, memang sedikit repot. Teman Anda ini perlu ditegur orang yang lebih dari Anda. Mungkin perlu ditegur orangtuanya, kakaknya, atasannya atau pak Polisi. “Nah, itu, pak Polisi, seharusnya pak Polisi dong yang aktip negur ginian.”
Akan tetapi Polisi atau kakak atau atasan atau orangtua terbatas waktunya. Adalah hampir tidak mungkin mengawasi semua peraturan  yang ada dari pelanggaran sepanjang waktu. “Jadi bagaimana?”
Tugas kita masing-masing sebagai seorang teman mengingatkan, menegur, bila teman kita melakukan pelanggaran peraturan. Jangan bosan-bosan. Bila perlu naikkan informasi pelanggaran ke yang berwenang sebagai contoh tadi:  orangtuanya, kakaknya, atasanya, atau Polisi.
Jangan biar kan di akhir cerita teman Anda yang sudah tertanam di pikirannya: peraturan dibuat untuk dilanggar, karena merasa tidak ada yang menegurnya lagi saat dia berulang kali melakukan pelanggaran, mendapat teguran dengan siku yang ringsek setelah mencium aspal akibat ditabrak mobil. Atau bahkan lebih parah. Sebab Tuhan menegurnya.

Balikpapan. 20 Januari 2012

4 komentar:

  1. betul sob, coba bayangkan bila dia yang membuat peraturannya dan kira yang melanggarnya, bagaimana perasaan dia, pasti gak terima kan, mungkin sisi itu harus dilihat ulang ya, nice post sob ;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thank, sob, pagi2 dah komen, yah semoga saja dia sadar akan kesalahannya :p

      Hapus
  2. kga perlu kwatir asalkan banyak duit'y
    jaman sekarang kn lucu hukum aje bisa d beli ma duit :P

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih sudah mampir, maaf baru bisa balas... memang bener duit bisa membeli hukum namun berat untuk membeli kebahagian...

      Hapus